Pages

Minggu, 11 Agustus 2013

Ba... Tak Sependek Sapaannya!


Bismillah…
Ombaknya dahsyat dan Ba-ku lebih dahsyat.
Hm, can you see a man who is standing on the ship and use that orange trousers ? Yeah… He is my great man, my big hero, my lovely father, my beloved Ba in my life. “Ba”,  I and my brother always call him like that since we have been so child. Walaupun demikian, Ba-ku tak sependek  sapaan kami. Tubuhnya kekar  dan tinggi (hehehe, it’s not my mean). Tak sependek itu jasanya buat kami, anak-anaknya. Tak sependek itu tanggung jawabnya. Tak sependek itu perjuangannya. Tak sependek itu kasih sayang dan cinta yang tercurah dari seorang Ba-ku.  “Tidak sependek itu”.
Seorang laki-laki perkasa yang dikirimkan oleh Sang Maha Pencipta, ALLAH ‘Azza wa Jalla ke tanah pijakan Nabi Adam a.s ini. Seorang laki-laki gagah nan tangguh yang dipilih ALLAH sebagai orang yang mengazaniku ketika kuhadir di pangkuan dunia fana  ini. Pahlawanku yang selalu hadir pembelaannya saat diriku diterjang badai kehidupan, buffer (penyanggah)-ku disaat aku melorot dan hampir jatuh tersungkur, a wise man yang selalu memberiku mutiara-mutiara yang kubilang lebih indah dan berharga dibandingkan jutaan mutiara yang tersimpan dalam cangkangnya dan terpendam dalam samudra nan luas. Ya, dialah ayahku, dialah Ba-ku.
Masih teringat jelas dalam ingatanku ketika aku masih bersamanya (beberapa tahun terakhir aku tak bernaung dengannya di bawah satu atap). Kuingat saat matahari datang menyapa dunia, beliau selalu siap menuju tempat kerjanya (red, kebun dan tempat pembuatan sagu) yang bersarang di hutan dan baru kembali ketika petang akan berpamitan pulang. Setiap hari seperti itu, kecuali ada sehari yang beliau lewatkan tanpa dikelilingi oleh pohon-pohon yang menjulang, tidak dikerumuni sagu, cengkeh, pala, kakao, pisang dan berbagai tumbuhan lainnya seperti 6 hari lainnya, melainkan bentangan lautan luas yang ditemuinya. Hal itu lantaran beliau bersama beberapa awak kapal lainnya harus membelah kesunyian lautan dengan deru mesin 45, menerjang setiap riak air laut dan arus gelombang sebagai juru kemudi di KM.Saipul Bahari yang selalu melintasi jalur tak bergaris dari negeriku ke negeri seberang. Kegiatan itu dilakoninya sekali dalam seminggu guna mengantarkan orang-orang yang hendak bepergian ke kota.
Semua itu beliau lakukan dengan penuh semangat. Walau didera hujan, dipapar sinar sang mentari, bercucuran keringat, bahkan kadang akhirnya terluka, baginya itu bukan penghalang, bukan tanda wakaf tuk berhenti mencari nafkah dan menghidupi keluarganya. Dan ketika beliau selesai bekerja, pulang dan kembali ke tempat bahagia itu bermula (keluarga), beliau masih saja menceritakan peristiwa yang dihadapi di sana. Walaupun  jelas terpampang keletihan itu diwajahnya. Seakan beliau tak peduli atau bahkan merasa keletihan itu sendiri tak merasukinya. Kadang, ceritanya menjurus ke hasil kebun yang dituainya, tentang tanaman yang dirawat dan dipeliharanya tumbuh subur, hewan liar (babi, rusa dkk) yang memakan dan merusak beberapa tanaman, atau sekedar berceloteh tentang kelakuan burung yang sering hinggap di pohon pisang yang tengah berbuah lebat (apa lagi yang dikerja sang burung kalau bukan memakan buah pisang yang tumbuh segar dan lezat begitu). Sering pula beliau menceritakan bagaimana gerangan luka dan cedera itu dialaminya. Sedangkan kalau perjuangannya di laut, biasanya yang sering terdengar dari siulannya (burung kali yah…), pokoknya ceritanya itu tentang laut dan gelombang yang menghadang, cuaca yang kurang bersahabat, air laut yang merembes masuk ke dalam kapal. Dan aku sukses dibuatnya merinding ketika mendengar dan membayangkan alur ceritanya. Khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk padanya. Tetapi, selalu kuberdoa agar beliau senantiasa dalam cinta dan penjagaan maha dahsyatnya ALLAH SWT. Semoga selalu kuat dan sehat, Ba. Aamiin...
Itulah 1,2,3 kata yang mewakili semangat, cinta, kerja, jasa dan tanggungjawab yang tak terhitung dari seorang Ba-ku. Jika aku berkesempatan menulis lebih banyak lagi, bahkan diberi setiap helai daun dari pohon yang tumbuh di bumi ALLAH ini sebagai kertas dan lautan sebagai tintanya, aku takkan mampu merangkai setiap kepingan perjuangan Ba-ku yang sungguh luar biasa. (Hehehe, lebay ya ???). Intinya, semua yang diberikan Ba-ku tidak bisa kuequivalenkan dengan apapun yang ada di dunia ini. “Aku bangga memilikimu sebagai Ba-ku”.
Hingga saat ini dan sampai kapanpun, tak akan kulupa jasa-jasa Ba-ku. Tak mungkin hilang dari pikiranku akan campur tangannya dalam hidupku. Terlalu tertaut lekat dalam hati dan pikiran. Dan hingga saat ini pula, apapun yang aku lakukan untuk membalas jasanya takkan sebanding dengan semua pengorbanannya, semua cinta dan perjuangannya yang tak sependek sapaannya. Tapi, sebagai anak yang sangat yang ingin dan memang harus berbirul walidain, aku janji akan berusaha melakukan yang terbaik untuknya, berusaha mematuhi apa yang diperintahkannya (ya, selama itu tidak melawan perintahnya ALLAH Ta’ala) dan Insya ALLAH suatu saat akan kubuat dia menyunggingkan senyum terindah yang pernah berlabuh di raut wajahnya yang semakin dimakan usia. Ya, membuatnya bahagia. Aamiin ya Rabb…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar